Rabu, 10 Maret 2010

Teori Belajar

Edward Lee Thorndike
Edward Lee Thorndike merupakan salah satu Tokoh Psikologi Pendidikan Modern, Lahir 31 Agustus 1874 di Williamsburg dan Wafat 9 Agustus 1949 (umur 74) Kebangsaan Amerika Latin. Karyanya pada perilaku binatang dan proses pembelajaran menuju teori connectionism dan membantu meletakkan dasar ilmiah psikologi pendidikan modern. Dia juga bekerja di industri pemecahan masalah, seperti karyawan ujian dan pengujian. Dia adalah seorang anggota dewan dari Psychological Corporation, dan menjabat sebagai presiden American Psychological Association pada tahun 1912.
Pada dasarnya Thorndhike menggunakan stimulus-respon (S-R). Teorinya disebut “Koneksioma”. menurut teori ini, belajar pada hewan dan manusia pada dasarnya berlangsung menurut prinsip yang sama. Dasar terjadinya belajar adalah pembentukan asosiasi antara stimulus dan respon (Herman Hudoyo, 1988).
Penelitian Thorndike yang paling terkenal adalah pada kucing belajar bagaimana melepaskan diri dari kotak teka-teki dan perumusan terkait hukum efek. Hukum menyatakan bahwa akibat tanggapan yang diikuti oleh konsekuensi yang memuaskan akan terhubung dengan situasi, dan lebih kemungkinan akan berulang ketika situasi kemudian dijumpai. Jika tanggapan yang diikuti oleh konsekuensi permusuhan, asosiasi dengan situasi menjadi lebih lemah. Kotak teka-teki Percobaan sebagian didorong oleh ketidaksukaan Thorndike untuk pernyataan bahwa binatang memanfaatkan kemampuan luar biasa seperti wawasan dalam memecahkan masalah mereka.
Thorndike dimaksudkan untuk membedakan dengan jelas apakah atau tidak kucing melarikan diri dari kotak teka-teki yang menggunakan wawasan. Instrumen Thorndike's dalam menjawab pertanyaan ini sedang belajar terungkap dengan memplot kurva waktu yang dibutuhkan untuk binatang untuk melarikan diri dari kotak setiap kali itu berada di dalam kotak. Dia beralasan bahwa jika hewan-hewan itu menunjukkan wawasan, maka waktu untuk melarikan diri mereka akan tiba-tiba jatuh ke sebuah periode diabaikan, yang juga akan ditampilkan dalam kurva belajar tiba-tiba drop, sedangkan binatang yang lebih biasa menggunakan metode trial and error akan menunjukkan kurva bertahap. Menemukan-Nya adalah bahwa kucing secara konsisten menunjukkan pembelajaran bertahap.
Thorndike dimaksudkan untuk membedakan dengan jelas apakah atau tidak kucing melarikan diri dari kotak-kotak teka-teki yang menggunakan wawasan. Thorndike's instrumen dalam menjawab pertanyaan ini sedang belajar terungkap dengan memplot kurva waktu yang dibutuhkan untuk binatang untuk melarikan diri dari kotak setiap kali itu berada di dalam kotak. Dia beralasan bahwa jika hewan-hewan itu menunjukkan wawasan, maka waktu untuk melarikan diri mereka akan tiba-tiba jatuh ke sebuah periode diabaikan, yang juga akan ditampilkan dalam kurva belajar tiba-tiba drop, sedangkan binatang yang lebih biasa menggunakan metode trial and error akan menunjukkan kurva bertahap. Menemukan-Nya adalah bahwa kucing secara konsisten menunjukkan pembelajaran bertahap.
Thorndike menafsirkan temuan-temuan dalam hal asosiasi. Ia menegaskan bahwa hubungan antara kotak dan gerakan kucing digunakan untuk melarikan diri, itu diperkuat oleh masing-masing melarikan diri. Serupa, meskipun ide radikal diambil ulang oleh BF Skinner dalam perumusan persyaratan instrumental. Analisis asosiatif melanjutkan untuk mencari sebagian besar dalam perilaku bekerja melalui abad pertengahan, dan sekarang jelas dalam beberapa pekerjaan dalam perilaku modern maupun modern. Thorndike didukung John Dewey fungsionalisme dan menambahkan komponen stimulus-respon dan menamainya koneksionis. Teorinya menjadi kebutuhan pendidikan selama lima puluh tahun.
Thorndike ditetapkan tiga kondisi yang dapat memaksimalkan pembelajaran (Sumber Internet, tgl 01 Maret 2010):
a. Hukum efek menyatakan bahwa kemungkinan terulangnya respon umumnya diatur oleh konsekuensi atau efek pada umumnya dalam bentuk hadiah atau hukuman.
b. Hukum kemutakhiran menyatakan bahwa respon yang paling baru cenderung mengatur kambuhnya.
c. Hukum latihan menyatakan bahwa asosiasi stimulus-respon diperkuat melalui pengulangan.
Thorndike percaya bahwa "Instruksi harus mengejar ditetapkan, tujuan yang berguna secara sosial."Belajar Thorndike", dan percaya bahwa kemampuan untuk belajar tidak menurun sampai umur 35 tahun, dan hanya kemudian pada tingkat 1 persen per tahun, akan melawan pikiran dari waktu dimana "Anda tidak bisa mengajari anjing tua" Itu kemudian ditampilkan, kenapa? Bahwa kecepatan belajar, bukan kuasa menolaknya dengan usia belajar. Thorndike juga menyatakan hukum efek, yang mengatakan perilaku yang diikuti oleh konsekuensi yang baik cenderung akan diulang di masa depan
Thorndike merupakan salah satu pelopor pertama pembelajaran aktif, mengusulkan sebuah teori yang membiarkan anak-anak belajar sendiri, daripada menerima instruksi dari guru. sehingga ada beberapa teori belajar yang dimunculkan (Sumber Internet, tgl 01 Maret 2010) adalah:
1) Bentuk yang paling dasar dari belajar adalah coba-coba belajar.
2) Belajar adalah tidak inkremental berwawasan.
3) Belajar tidak ditengahi oleh ide-ide.
4) Semua mamalia belajar dengan cara yang sama.
5) Hukum kesiapan: perbedaan perilaku dengan tujuan diarahkan menyebabkan frustrasi dan menyebabkan seseorang untuk melakukan sesuatu yang mereka tidak ingin lakukan adalah juga frustasi. Sedangkan dalam Herman Hudoyo (1988:11) menjelaskan hukum kesiapan bahwa kesiapan individu untuk melakukan sesuatu.
a. Ketika seseorang sudah siap untuk melakukan beberapa tindakan, untuk melakukannya adalah memuaskan sehingga tindakan lain tidak dilakukan.
b. Ketika seseorang sudah siap untuk melakukan beberapa tindakan, bukan untuk melakukannya adalah menjengkelkan.
c. Ketika seseorang tidak siap untuk melakukan beberapa tindakan dan dipaksa untuk melakukannya, itu menjengkelkan.
6) Hukum Latihan: Kita belajar dengan melakukan. Kita lupa dengan tidak melakukan, walaupun untuk tingkat yang kecil saja.
a. Sambungan antara stimulus dan respon diperkuat sebagaimana mereka digunakan. (Hukum digunakan)
b. Sambungan antara stimulus dan respon yang lemah karena mereka tidak digunakan. (Hukum tidak digunakan)
7) Hukum Akibat: Jika respon dalam sambungan ini diikuti oleh keadaan yang memuaskan, kekuatan sambungan jauh meningkat sedangkan jika diikuti oleh sebuah keadaan yang mengganggu, maka kekuatan sambungan marginal menurun.
8) Multiple Responses: Seorang pelajar akan terus mencoba beberapa tanggapan untuk memecahkan masalah sebelum benar-benar terpecahkan.
9) Menetapkan atau Sikap: Apa yang sudah dimiliki pelajar, seperti pengalaman belajar sebelumnya, keadaan sekarang pelajar, dll, sementara itu mulai mempelajari tugas baru.
10) Hal melebihi of Elements: Berbagai tanggapan terhadap lingkungan yang sama akan dipicu oleh persepsi yang berbeda dari lingkungan yang bertindak sebagai rangsangan untuk tanggapan. Persepsi yang berbeda akan tunduk pada hal melebihi dari berbagai elemen untuk perceivers berbeda.
11) Tanggapan dari analogi: masalah baru diselesaikan dengan menggunakan teknik-teknik solusi analog digunakan untuk memecahkan masalah.
12) Asosiatif Shifting: Biarkan rangsangan S dipasangkan dengan respon R. Sekarang, jika Q stimulus disajikan bersamaan dengan S rangsangan berulang-ulang, maka stimulus Q akan mendapatkan respon dipasangkan dengan R.
13) Kepemilikan: Jika ada hubungan alamiah antara negara kebutuhan dari suatu organisme dan efek yang disebabkan oleh respons, belajar lebih efektif daripada jika hubungan yang tidak wajar.
Kemudian Thorndhike (Herman H, 1988) menjelaskan ada 3 hukum dalam pembelajaran adalah sebagai berikut:
1. Hukum Kesiapan (Law of Readniss)
Hokum ini menjelaskan kesiapan individu untuk melakukan sesuatu ciri-ciri berlakunya adalah
• Seseorang ada kecenderungan bertindak, orang itu bertindak maka akan menimbulkan kepuasan, sedangkan tindakan-tindakan lain tidak dilakukan.
• Seseorang ada kecenderungan bertindak, orang itu tidak bertindak maka akan menimbulkan rasa tidak puas dan ia akan melakukan tindakan lain untuk meniadakan rasa tidak puas tadi.
• Seseorang tidak mempunyai kecenderungan bertindak, orang itu melakukan tindakan maka akan menimbulkan rasa tidak puas dan ia akan melakukan lain untuk meniadakan rasa tidak puas tadi
2. Hukum Latihan
Hukum ini menjelaskan bila S diberikan akan terjadi R. Dengan latihan, asosiasi antara S dan R menjadi otomatis. Lebih sering asosiasi S dan R dipergunakan, maka kuatlah hubungan yang terjadi. Makin jarang hubungan S dan R dipergunakan makin lemah pula hubungan itu, artinya dalam pembelajaran matematika bahwa makin sering suatu konsep matematika diulang maka makin dikuasailah konsep matematika itu.
3. Hukum Akibat (Law of Efect)
Hukum ini menunjukkan bagaimana pengaruh suatu tindakan bagi tindakan serupa. Apabila suatu hubungan yang dapat dimodifikasi dibuat antara stimulus dan respon dan diikuti oleh kondisi peristiwa yang sesuai, hubungan yang terjadi semakin meningkat kekuatannya.
Bila kondisi peristiwa yang tidak sesuai mengiringi hubungan tadi, kekuatan hubungan menjadi berkurang. Ini berarti, suatu tindakan diikuti oleh akibat yang menyenangkan akan cenderung selanjutnya akan dilakukan tindakan tersebut diulangi lagi, sedangkan tindakan yang diikuti oleh akibat yang tidak menyenangkan, akan cenderung tidak mengulangi tindakan tersebut.

Sumber Bacaan
http://en.wikipedia.org/wiki/Edward_Thorndike, tgl 01 Maret 2010
Herman Hudoyo, 1988. Mengajar Belajar Matematika. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependikan. Jakarta.

B.R Hergenhahn & Mattew H Olson. 2008. Theories Of Learning. Kencana Prenada Media Group. Jakarta

Rabu, 30 Desember 2009

Seni Sebagai Pengalaman

A. Biografi John Dewey
John Dewey (1859-1952) adalah seorang psikolog Amerika, filsuf, pendidik, kritikus sosial dan aktivis politik. Ia dilahirkan di Burlington, Vermont, pada tanggal 20 Oktober 1859. Dewey lulus dari University of Vermont pada 1879, dan menerima gelar PhD dari Universitas Johns Hopkins di 1884. Dia memulai karirnya di University of Michigan, mengajar di sana 1884-1888 dan 1889-1894, dengan jangka satu tahun di University of Minnesota pada tahun 1888. Tahun 1894 ia menjadi ketua departemen filsafat, psikologi, dan pedagogi di Universitas Chicago. Pada tahun 1899, John Dewey terpilih sebagai presiden dari American Psychological Association, dan pada 1905 ia menjadi presiden dari American Philosophical Association. Dewey mengajar di Universitas Columbia dari 1905 sampai ia pensiun pada tahun 1929, dan kadang-kadang diajarkan sebagai profesor emeritus sampai 1939. Selama bertahun-tahun di Columbia, ia berkeliling dunia sebagai seorang filsuf, ahli teori sosial dan politik, dan konsultan pendidikan. Di antara perjalanan utama adalah kuliah-kuliahnya di Jepang dan Cina 1919-1921, kunjungannya ke Turki pada tahun 1924 untuk merekomendasikan kebijakan pendidikan, dan tur sekolah di Uni Soviet pada tahun 1928. Tentu saja, Dewey tidak pernah mengabaikan masalah-masalah sosial Amerika. Dia blak-blakan pada pendidikan, politik domestik dan internasional, dan berbagai gerakan sosial. Di antara banyak keprihatinan yang menarik dukungan Dewey hak pilih adalah perempuan, progresif pendidikan, pendidik hak, maka gerakan Humanistik, dan perdamaian dunia. Dewey meninggal di New York City pada 1 Juni 1952.
Dewey dibuat mani kontribusi untuk hampir setiap bidang dan topik dalam filsafat dan psikologi. Selain perannya sebagai pencetus utama dari kedua fungsionalis dan psikologi behavioris, Dewey inspirasi utama selama beberapa sekutu gerakan yang telah membentuk pemikiran abad ke-20, termasuk empirisme, humanisme, naturalisme, contextualism, dan proses filsafat. Selama lebih dari 50 tahun Dewey suara untuk liberal dan progresif demokrasi yang telah membentuk nasib Amerika dan dunia. Dewey peringkat dengan pemikir terbesar ini atau pada usia subyek pedagogi, filsafat pikiran, epistemologi, logika, filsafat ilmu pengetahuan, dan sosial dan teori politik. Nya pendekatan pragmatis etika, estetika, dan agama juga tetap berpengaruh. Perawakannya Dewey dipastikan sebagai salah satu dari abad ke-20 filsuf utama, bersama dengan James, Bradley, Husserl, Russell, Wittgenstein, Heidegger, Sartre, Carnap, dan Quine.
B. Pengalaman sebagai unsur pokok.
Sambil mengikuti pembicaraan mengenai hakekat seni dan keindahan di atas, anda pasti akan tertarik pada kenyataan bahwa orang senantiasa mengacu pada pengalaman sebagai unsur dalam penilaian sintesis. Keindahan dapat dikenal melalui pengalaman dan terbentuk oleh pengalaman dengan membayangkan sesuatu. Kiranya unsur paling umum yang dipunyai bersama oleh teori-teori yang telah kita bahas sampai kini ialah adanya tempat berpijak yang sama pada pengalaman.
John Dewey, sebagai seorang pragmatis menerima unsur ini dan memakainya sebagai dasar bagi teorinya yang terdapat dalam bukunya yang berjudul “Art as Experience”. Dewey mempertanyakan apakah kedudukan yang indah dalam pengalaman? Untuk dapat menjawab pertanyaan ini kiranya perlu menyelidiki apakah pengalaman itu.
Pendekatan Dewey terhadap segala masalah didasarkan atas pengalaman hidup orang seorang, yang didalamnya sebagai akibat cara pendekatan tersebut, dewey juga mencari makna keindahan. Tetapi pengalaman hendaknya jangan dipisahkan dari alam lingkungan tempat individu yang bersangkutan berada, karena tidak mungkin ada pengalaman yang terpisah dari sesuatu keadaan lingkungan tertentu.
C. Pengalaman dan Perikehidupan
Menurut Dewey “pengalaman merupakan akibat, tanda dan imbalan yang terjadi karena adanya keadaan saling mempengaruhi antara organisme dengan alam lingkungan. Apabila keadaan tersebut terjelma secara penuh, hal ini merupakan suatu penyelidikan bentuk dari keadaan saling mempengaruhi menjadi keikutsertaan dan keguyuban”.
Jika pengalaman merupakan akibat dari keadaan saling mempengaruhi maka tidak mungkin ada pengalaman tanpa alam lingkungan. Tetapi dunia tempat hidup organisme penuh dengan hal-hal yang bersifat tidak mengacuhkan terhadap kehidupan dan memusuhi kehidupan. Bahkan proses usaha kita untuk mempertahankan hidup cenderung melemparkan diri kita keluar dari alam lingkungan kita.
D. Keindahan sebagai kualitas pengalaman
Di alam raya, bahkan di bawah permukaan kehidupan, terdapat sesuatu yang lebih daripada sekedar arus dan perubahan. Orang akan sampai pada bentuk apabila telah tercapai suatu keseimbangan yang mantap, meskipun mungkin tetap terdapat gerak maju di dalamnya......... sesungguhnya ketertiban tidak dipaksakan dari luar, melainkan terbentuk oleh hubungan-hubungan yang terdapat antara interaksi yang satu dengan interaksi yang lainnya secara selaras, yang didukung oleh kekuatan-kekuatan yang saling berlawanan.
Ketertiban semacam ini memberikan sumbangan bagi kelangsungan hidup dan yang disambut baik oleh makhluk-makhluk hidup. Dalam keikutsertaan di dalam hubungan-hubungan yang teratur dari lingkungan hidup itulah, terletak benih-benih keindahan. Dengan kata lain, keindahan merupakan kualitas yang terdapat di dalam pengalaman ketika organisme mengalami hubungan-hubungan yang teratur. Manakala terdapat keberhasilan yang sempurna, atau kekacauan yang mutlak, maka tidak mungkin orang mengalami keindahan.
Karena pengalaman merupakan keberhasilan organisme dalam perjuangannya dan merupakan hasil-hasil yang dicapainya di alam benda-benda, maka sesungguhnya pengalaman adalah seni dalam awal perkembangannya. Bahkan dalam bentuk-bentuknya yang paling awal, pengalaman hidup sesudah mengandung semacam janji akan terjadinya terapan yang menimbulkan kesenangan yang disebut pengalaman estetis.
Sesungguhnya ajaran Dewey mengenai keindahan terdapat pada kata-kata “keberhasilan” dan “hasil-hasil yang dicapai”. Pengalaman estetis merupakan pengalaman yang menyeluruh, pengalaman yang lengkap, yang di dalamnya terdapat kualitas persaan yang menimbulkan kepuasaan sebagai akibat keikutsertaan dan keberhasilan. Pada hakekatnya tidak terdapat perbedaan antara pengalaman estetis sebagai pengalaman. Unsur keikutsertaan serta keberhasilan itulah yang membedakan pengalaman ini dengan pengalaman yang lain.
E. Sejumlah Catatan Penyimpul
Demikianlah Dewey menjadikan seni dalam keadaan berkesinambungan dengan pengalaman hidup organisme dan bukannya sesuatu abstrak yang dipisahkan dari kehidupan. Apakah ini yang dimaksudkan bila orang berbicara mengenai keindahan? Sebelum kita menjawabnya, hendaknya ditentukan lebih dahulu makna yang dikandung oleh kata-kata “hasil-hasil yang dicapai” dan “keberhasilan”. Apakah pengalaman estetis merupakan kepuasan yang saya rasakan ketika saya dapat memecahkan soal yang sukar dalam ilmu hitung? Jika saya memperhatikan “Reclining Figure” dan mengalaminya sebagai seni, maka dalam arti apakah saya mempunyai pengalaman yang menunjukkan hasil-hasil yang saya capai dan merupakan akibat keberhasilan?
Kiranya Dewey tidak dapat memberikan keterangan mengenai hal ini. Apakah benar (atau tidak benar) bahwa hubungan-hubungan yang teratur dalam kenyataannya merupakan syarat-syarat yang harus ada bagi kehidupan? Barangkali kita sependapat bahwa seni ialah pengalaman dan sekaligus mengatakan bahwa pendapat tersebut bermakna ganda. Apakah seni merupakan pengalaman berjenis khusus, seperti dikatakan Dewey atau apakah seni merupakan sesuatu yang sekedar harus dialami?.
Kiranya cukup sekian catatan tentang keberatan-keberatan yang diajukan. Sesungguhnya ada objek-objek yang dipandang indah dan ada pula karya-karya seni. Dalam kenyataan kita membuat tanggapan-tanggapan estetis atau kita mengira membuatnya dan mempunyai pengalaman-pengalaman estetis. Meskipun masalah-masalah ini telah dibicarakan selama berabad-abad, namun tetap sangat sulit dipecahkan.
F. Referensi
Dewey, John, 1934. Art as Experience. New York: Minton, Balsh & Co.

Rabu, 23 Desember 2009

Awal dan Akhir

Kita percaya bahwasannya dunia ini terletak di luar diri dan di dalam diri kita walaupun yang berada dalam diri kita adalah sebagian kecil. Misalnya dalam diri kita adalah kita sadar bahwa yang kita ketahui merupakan kesuksesan dan kebanggaan tersendiri seperti mata untuk melihat, telinga untuk mendengar, kaki untuk berjalan dan berlari, dan lainnya. Sedangkan di luar diri kita adalah yang dapat dibuktikan dengan indera kita misalnya SBY jadi presiden RI, Syahrir adalah mahasiswa pascasarjana UNY, Pak Marsigit adalah dosen filsafat ilmu dan lainnya.
Dalam hal ini tergantung sungguh pada sinergis kita dalam memahami, mengkonsep, dan mengamplikasikan sesuatu yang kita miliki. Salah satu contohnya suatu ketika para pendebat tentang kesuksesan terjadi antara pejabat kost, staf kost, penghuni kost dan orang bijak.
Pejabat kost
Susilo Bambang Yudoyono adalah tokoh publik yang sangat sukses dan sekarang sudah jadi presiden atau orang nomor satu di Indonesia. Kapan kesuksesan saya?
Staf Kost
Wahai pejabat kost yang saya hormati, bapak sudah sukses, contoh sekarang sudah menjadi pejabat kost. Yang penting sekarang berikan kami pelayanan yang optimal. Bapak jangan berpikir jauh-jauh, presiden saja belum memberikan pelayanan yang optimal kepada kita semua misalnya sekarang kita masih dalam situasi kekuatan hukum yang lemah dengan tidak memberikan kenyataan hukum. Coba perhatikan sekarang kasus Pimpinan KPK dengan Kapolri diselesaikan di luar jalur hukum, apakah ini dikatakan sukses. Hanya kesuksesan pribadinya saja. Kalau saya layaklah bertanya kapan saya jadi orang sukses?.
Penghuni kost
Bapak kost dan staf kost yang saya hormati.
Bapak-bapak adalah orang yang sukses, kenapa harus bertanya lagi dan bercita-cita lagi, sekarang bapak-bapak sudah sukses dengan posisinya masing-masing. Bapak-bapak bisa memberikan kami tempat untuk kami beristirahat. Masih orang yang belum sukses atau belum seperti bapak-bapak mereka membutuhkan pekerjaan yang selayaknya.
Pejabat kost
Apa maksud kamu? Saya ini hanya pejabat kost, bukan orang yang punya jabatan tinggi seperti presiden.
Staf kost
Saya juga hanya staf kost, mana mungkin saya dikatakan sukses.
Orang bijak
Awal adalah sesuatu yang dimulai dengan pekerjaan atau aktivitas berarti bapak-bapak bisa bernapas saja itu sudah sukses, bapak berbicara adalah kesuksesan dan lainnya. Akhir adalah sesuatu yang dimiliki saat itu yang menjadi akhir segala-galanya misalnya sekarang memiliki jabatan, kedudukan sesuai dengan ruang dan waktu.

Matematika menganyam dunia

Matematika sebagai ilmu mengenal struktur dan hubungan-hubungannya, simbol-simbol yang diperlukan. Simbol-simbol itu penting untuk membantu memanipulasi aturan-aturan dengan operasi yang ditetapkan. Simbolisasi menjamin adanya komunikasi dan mampu memberikan keterangan untuk membentuk suatu konsep baru. Konsep baru terbentuk karena adanya pemahaman terhadap konsep sebelumnya sehingga matematika itu konsep-konsepnya tersusun secara hirarkis. Simbolisasi itu barulah berarti bila suatu simbol itu dilandasi suatu ide. Jadi kita harus memahami ide yang terkandung dalam simbol tersebut. Dengan perkataan lain, ide harus dipahami terlebih dahulu sebelum ide tersebut disimbolkan. Secara singkat dikatakan bahwa matematika berkenaan dengan ide-ide/konsep-konsep abstrak yang tersusun secara hirarkis dan penalarannya deduktif.
Dengan demikian matematika merupakan alat dari displin ilmu yang lain misalnya bahasa, ketika seorang orang matematikawan tidak memahami simbol matematika maka beliau akan berkonsultasi ke ahli bahasa dan sebaliknya ketika ahli bahasa tidak memahami simbol-simbol di bahasa maka dia akan menanyakan kepada ahli matematika, begitupun pada disiplin ilmu yang lainnya.
Untuk itu asumsi mengatakan bahwa sesorang yang mampu menguasai matematika maka seseorang tersebut juga akan mampu memahami disiplin ilmu yang lain sehingga seorang matematikawan mampu menerjemahkan sesuatu yang abstrak menjadi nyata yang berdasarkan pada kaedah-kaedah berpikirnya.
Kenyataan dalam kehidupan sehari kita ketahui bersama bahwa matematika adalah ratunya ilmu dari disiplin ilmu yang lain. Misalnya menghitung adalah sesuatu yang sering dilakukan oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari seperti menghitung jumlah banyaknya buah-buahan, banyaknya uang, dan lainnya. Secara teologi matematika itu bagian dari agama misalnya secara asumsi bahwa semakin sering atau berulang-ulang umat manusia itu berbuat baik maka semakin kuat pula ketakwan-NYA, kalau dikaitkan dengan matematika semakin besar angka yang kita jumlahkan maka semakin besar yang angka yang dikumpulkan.
Kemanapun disiplin ilmu yang lain bernaung dan berorentasi disitu pula matematika, dimanapun dunia berkata dan berbuat disitu pula matematika berkata dan berbicara. Apapun konsep dan klasifikasinya ilmu yang lain disitu pula matematika berkonsep dan berklasifikasi. Jangan heran dan munafikkan matematika selalu menganyam dunia, dimana anyaman ilmu yang lain disitu pula matematika menganyam dunia.
Disiplin ilmu berbicara dan berbuat politik, ekonomi, agama, dan lainnya, matematika pun berpolitik, berekonomi, beragama dan lainnya dengan simbol-simbolnya yang membentuk kesepaktan-kesepakatan sesuai dengan kaidahnya.

Masa Depan Dunia

Keniscayaan hati (bukan hati secara biologi) dan pikiran adalah merupakan refleksi diri terhadap permasalahan yang sedang berkembang dalam pikiran dan hati. Perbuatan dibekali dengan pikiran dan hati yang ingin mengunkapkan pikiran dan hati yang sebenarnya. Kompleksitas pikiran dan hati sehingga kita mengapresiasikan dengan penuh kebijaksanaan dalam menyesuaikan dengan fenomena alam.
Fenomena alam membuat perilaku dan sikap manusia yang beranekaragam seperti berbuat yang tidak sesuai dengan kaidah fenomena alam sekitarnya. Apakah ini nama fenomena yang mendunia? Ya, sebab fenomena alam yang terjadi di sekitar kita merupakan fenomena dunia dengan kejadian individu akan merupakan sampel kejadian mendunia yang berakibat pada masa depan dunia.
Tidaklah aku menyaksikan orang yang duduk bersama pikiran dan hati kecuali ia merendahkan diri terhadap pikiran dan hati. Dan tidaklah aku melihat orang yang bertanya kepada pikiran dan hati kecuali ia akan mendapatkan ilmu dari jawaban pikiran dan hati. Hal itu disebabkan karena betapa dalam dan luasnya ilmu yang ia (hati dan pikiran) miliki. Kepakaran tersebut disebabkan kehidupan ilmiah yang selalu menghiasi hari-hari beliau (hati dan pikiran), dimana muridnya adalah kesibukan-kesibukan yang tidak pernah beliau tinggalkan. Beliau merefleksikan berbagai macam ilmu kepada murid-muridnya (perbuatan manusia).
Dimana hati dan pikiran selalu hadir bersama murid-muridnya. Beliau selalu mendengar banyak hal dari muridnya dan menyaksikan kejadian serta berbagai peristiwa yang menyebabkan ilmu baru atau temuan. Bila aku ingin mendatangi salah satu di antara mereka, maka aku akan mendatanginya. Boleh jadi aku akan menunggunya hingga ia bangun tidur. Apakah mungkin hati dan pikiran dapat kita lihat? Untuk memahami hal ini seperti Allah SWT berfirman: “Dan perumpamaan-perumpamaan ini kami buatkan untuk manusia; dan tiada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu” (Al-Ankabut:43) begitu di sebutkan dalam surat Al-Isra ayat 36 berbunyi “Dan janganlah kamu membiasakan diri pada apa yang kamu tidak ketahui karena sesungguhnya penglihatan, pendengaran, dan daya nalar pasti akan ditanyai tentang hal itu”.
Bila dikaji lebih jauh dan mendalam fenomena tersebut merupakan masa depan dunia yang mampu mendasari segala perbuatan manusia. Saya berasumsi bahwa ketika manusia tersebut tidak di dasari dengan iman yang kuat maka dia tidak mampu menopang berbagai derita dan kebahagian ke depannya.
Salah satu fenomena yang terjadi akhir-akhir ini di Indonesia, konflik antara KPK, Polri dan kejaksaan. Fenomena ini merupakan kurangnya pembinaan pada perekrutan anggota atau pegawai disana kepolisian dan kejaksaan dalam perekrutan anggota, dengan perekrutannya menerima uang sogokan dari calon-calon anggota (ungkapan masyarakat). Hal ini merupakan fenomena yang mendunia dan masa depan bangsa dan dunia mau dikemanakan.
Dari permasalahan tersebut jika dasar-dasar pikiran dan hati manusia itu di mulai dengan kotoran-kotoran (sogokan/suapan) maka manusia tersebut akan selama-lamanya akan melakukan hal tersebut. Mungkinkah masa depan dunia akan menjadi cerah? Saya berasumsi dunia akan menjadi rumit dan kompleks dengan fenomena-fenomena ujung pangkalnya penuh dengan problem.

Ontologi Diriku

Dari kecil kita sudah mengenal yang namanya ilmu hingga dewasa mengembangkannya secara mendalam dan lebih ilmiah. Kebenaran ilmu kita sulit untuk membuktinya secara empiris tetapi kita hanya dapat mengaitkannya dalam perubahan perilaku manusia. Misalnya kita dalam perkuliahan filsafat, kita membaca elegi-elegi sebagai objek olah pikir kita untuk membentuk suatu sikap secara bijak dalam memahami segala yang kita pikirkan.
Salah satu olah pikir kita dalam membaca elegi dengan bagaimana kita mengakomodir pemikiran kita secara ilmiah sehingga mampu menjawab berbagai macam problema kehidupan sehari-hari. Versi penulis mengemukakan elegi-elegi tersebut diarahkan kita untuk memahami yang logic dengan yang khayal. Untuk mempertegas versi ini, berikut penulis mencoba mengaitkan dengan dialog secara eksplisit antara pejabat kost, staf kost dan penghuni kost. Untuk memulai ini penulis memulainya dengan bahasa puitisasi adalah “Ketika harapan seseorang dikurangi hingga titik nol, dia akan sungguh-sungguh mengapresiasikan semua yang dia miliki saat ini”.
Ontologi ialah hakikat apa yang dikaji atau ilmunya itu sendiri. Seorang filosof yang bernama Democritus menerangkan prinsip-prinsip materialisme mengatakan bahwa hanya berdasarkan kebiasaan saja maka manis itu manis, panas itu panas, dingin itu dingin, warna itu warna. Artinya, objek penginderaan sering kita anggap nyata, padahal tidak demikian. Hanya atom dan kehampaan itulah yang bersifat nyata.
Jadi istilah “manis, panas dan dingin” itu hanyalah merupakan terminology yang kita berikan kepada gejala yang ditangkap dengan pancaindera. Ilmu merupakan pengetahuan yang mencoba menafsirkan alam semesta ini seperti adanya, oleh karena itu manusia dalam menggali ilmu tidak dapat terlepas dari gejala-gejala yang berada didalamnya dan sifat ilmu pengetahuan yang berfungsi membantu manusia dalam mememecahkan masalah tidak perlu memiliki kemutlakan seperti agama yang memberikan pedoman terhadap hal-hal yang paling hakiki dari kehidupan ini.
Sekalipun demikian sampai tahap tertentu ilmu perlu memiliki keabsahan dalam melakukan generalisasi. Sebagai contoh, bagaimana kita mendefinisikan manusia, maka berbagai penegertianpun akan muncul pula. Contoh Siapakah manusia iu ? jawab ilmu ekonomi ialah makhluk ekonomi, Sedang ilmu politik akan menjawab bahwa manusia ialah political animal dan dunia pendidikan akan mengatakan manusia ialah homo educandum.
Dengan apa yang belum kita ketahui dan mungkin diketahui menuju ke sesuatu pengetahuan anda? Sebagai contoh nyata adalah pandangan para pencari jati diri ini sungguh menyakitkan dan menyedihkan bagi para pengikutnya. Berikut percakapannya;
Pencari Jati Diri
Apa dan dimana itu jati diri?
Jati Diri
Jati diri itu ada pada diri kamu sendiri, jati diri itu adalah pembentukan suatu karakter individu untuk mengapresiasikan segala yang dimiliki sesuai dengan logika berpikir.

Pengikut Para Jati Diri
Dari mana kamu tahu wahai jati diri sedangkan aku mengikuti para pencari jati diri hingga ke informasinya karena mereka merupakan sumber pengetahuan informasi diriku.
Pencari Jati Diri
Wahai para komunitasku…!!
Aku hanya mencari dan memberi sumber saja bukan untuk dijadikan ideologi dirimu.
Jati diri
Wahai pencari jati diri dan pengikutnya….!!!!
Kamu adalah kamu, kenapa kamu harus bingung dirimu sendiri, yang kamu lakukan itu adalah jati diri.
Pencari Jati Diri
Ah …!
Aku tidak yakin apa yang kamu ungkapkan, aku memang aku tapi dari mana aku bisa melihat jati diriku?
Jati diri
Kamu katakan dirimu tidak yakin apa yang saya ungkapkan, sebenar-benarnya jati diri itu merupakan hal-hal yang kamu tanyakan dan tidak kamu tanyakan misalnya kamu dapat melihat keadaan sekarang seperti kamu merasakan panas adalah panas bukan dingin. Hal-hal yang dapat kamu lihat dengan inderan kamu itu adalah pengetahuan kamu dan pengetahuan kamu adalah jati diri kamu.
Dari yang diuraikan di atas, segala sesuatu yang kita lakukan bergantung sungguh pada diri kita masing-masing sehingga kita mampu mengetahui dan mengintrospeksi sejauh mana yang kita ketahui dan yang tidak kita ketahui.
Dalam hal ini ontologi merupakan salah satu di antara lapangan-lapangan penyelidikan kefilsafatan yang paling kuno. Awal mula pikiran sudah menunjukkan munculnya perenungan di bidang ontologi. Kita filsuf barat yang kenal dari yunani yang bijak dan arif yang bernama Thales. Atas perenungannya air yang terdapat dimana-mana, ia sampai pada kesimpulan bahwa air merupakan substansi terdalam yang merupakan asal mula dari segala sesuatu. Yang penting bagi kita sesungguhnya bukanlah ajaran-ajarannya yang mengatakan bahwa air itulah asal mula segala sesuatu, melainkan pendiriannya bahwa mungkin sekali segala sesuatu berasal dari satu substansi belaka.

Ternyata, Panglima adalah sebuah kata

Jiwa adalah sebuah kata dan Roh adalah sebuah kata yang ternyata adalah panglima. Untuk itu kita lihat terlebih dahulu ketahui makna dan nilai, suatu makna jika hendak dikatakan makna harus diketahui terlebih dahulu sedangkan suatu nilai jika hendak dikatakan nilai harus mendapat penghargaan. Kiranya dapatlah kita simpulkan bahwa karena di dunia terdapat makna dan nilai, maka yang sedalam-dalamnya ialah sejenis jiwa yang dapat mengetahui makna-makna dan yang dapat memberikan penghargaan kepada nilai-nilai sesuatu yang sedalam-dalamnya dari alam semesta, meskipun mungkin bukan merupakan substansi yang terdalam.
Mungkin sekali anda kini bertanya-tanya tentang jiwa dan roh “Ya, jika demikian maka apakah yang dinamakan jiwa tau roh”? kita berusaha menjawab pertanyaan ini dengan mengatakan “istilah roh dalam khasanah kata-kata kita menggambarkan pengakuan mengenai adanya nilai-nilai dan adanya sesuatu dalam diri kita, yang bukan berapa alat-alat indrawi kita, yang menangkap dan memberikan penghargaan kepada nilai-nilai tersebut”.
Dengan kata lain, sesuatu dalam diri kita yang memberikan pengakuan serta penghargaan kepada nilai-nilai, itulah yang dinamakan roh. Meskipun bukan merupakan alat-alat indrawi kita, namun roh tersebut mampu menangkap nilai-nilai. Di luar ungkapan-ungkapan semacam ini, juga jiwa dan roh tidak dapat didefinisikan lebih lanjut, karena merupakan kategori yang terdalam dan tidak berasal dari hal yang manapun juga.
Istilah jiwa kita coba mengungkapkan dengan idealis kita mengatakan bahwa “jiwa bersifat mempersatukan segala hal, misalnya mempersatukan waktu lampau, masa kini dan hari depan. Jiwa mempersatukan fakta dan nilai. Jiwa mempersatukan yang sungguh ada dan yang sungguh mungkin ada. Setiap hal yang bersifat fisik senantiasa termasuk dalam salah satu segi dari pasangan-pasangan di atas, dan tidak sekaligus termasuk dalam dalam kedua macam segi. Setiap hal semacam ini senantiasa merupakan fakta yang sungguh ada pada masa kini. Maka yang membedakan jiwa dari setiap objek alam ialah bahwa jiwa di samping merupakan sandaran bagi yang sungguh mungkin ada, masa depan dan yang bernilai atau secara singkat merupakan sandaran bagi kemungkinan adanya nilai-nilai di masa depan, kegiatan hakikinya ialah mempertautkan nilai-nilai yang mungkin terdapat di masa depan dengan fakta yang sungguh ada di masa kini dan menurut hemat saya hanya jiwalah yang dapat melakukan semua itu. Jiwa itulah yang merupakan satu-satunya alat yang dapat mewujudkan kemungkinan-kemungkinan di masa depan”.
Dapatkah anda memahami mengapa jiwa merupakan sesuatu yang terdalam? Jawabanya ialah tidak mungkin ada di dunia kita, jika yang mungkin ada tidak menjadi yang sungguh ada, dan jiwalah yang mempunyai kemampuan untuk mewujudkannya.
Hendaknya diperhatikan bahwa yang menjadi bahan bukti bagi pendirian kaum idealis bukanlah bahan keterangan yang bersifat indrawi serta hasil-hasil ilmu yang begitu saja diterima tanpa direnungkan lebih lanjut. Namun, ini tidak berarti bahwa kaum idealis menganggap bahan-bahan keterangan yang bersifat indrawi atau yang bersifat ilmiah sebagai sesuatu yang tidak sesuai dengan kenyataan atau merupakan ilusi. Sesungguhnya, dalam hal ini seorang idealis bertanya “apakah yang kita perlukan untuk memberikan penjelasan terhadap bahan-bahan yang bersifat indrawi serta hasil-hasil ilmu serta pengetahuan kita mengenai hal-hal tersebut?” seorang idealis mengatakan bahwa pada hakekatnya untuk dapat memberikan penjelasan terhadap kenyataan, kita memerlukan istilah seperti jiwa, nilai dan makna sebagai tambahan terhadap dan yang mendahului istilah-istilah yang lain seperti alam, kualitas, ruang dan waktu, material dan sebagainya. Sejumlah kaum idealis berpendirian bahwa semua kenyataan merupakan jiwa.
Tampaknya barangkali paling tepat ialah kita mendasarkan diri pada semacam eklektisisme yaitu dengan menggunakan istilah-istilah yang berasal dari bahasa-bahasa yang dipakai oleh para penganut ajaran naturalisme atau idealisme. Sayangnya setiap perangkat istilah kiranya mengandung pernyataan-pernyataan yang bertentangan dengan pernyataan-pernyataan yang dikandung oleh perangkat istilah yang lainnya. Misalnya “Roh Mutlak” menunjukkan kepada sesuatu yang mengatasi alam. Sedangkan kaum naturalis, karena berpendirian bahwa segenap kenyataan bersifat kealaman, pasti menolak “Roh Mutlak” dan memandangnya tidak mengandung makna. Begitu pula naturalisme pasti mengajarkan bahwa jiwa merupakan hasil proses alam, kaum idealis pasti menantang pendirian semacam ini. Barangkali keputusan mengenai pertentangan ini baru akan tercapai apabila lebih baik banyak lagi bahan-bahan bukti yang tersedia atau bahkan mungkin saja terjadi bahwa ternyata yang betul ialah para penganut paham postivisme logis.